Jumat, 17 Mei 2013

Pelajaran Berharga dari Isra’ Mi’raj

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Isra: 1)

Setiap peristiwa yang pernah dialami oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pasti mengandung pelajaran berharga yang bisa dijadikan pedoman umat manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun demikian. Dalam buku “Sirah Nabawiyah” yang ditulis oleh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy diterangkan bahwa Isra’ adalah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di al-Quds. Mi’raj adalah kenaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam waktu satu malam.

Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam Shahih-nya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggang buraq yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki Masjidil Aqsha lalu shallat dua rakaat di dalamnya. Jibril kemudian datang kepadanya seraya membawa segelas khamr dan segelas susu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar, “Engkau telah memilih fitrah.” Dalam perjalanan ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke langit pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai ke Sidratul Muntaha.

Dalam perjalanan ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu berupa kewajiban shallat lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

Keesokan harinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan apa yang disaksikannya ke penduduk Makkah. Akan tetapi oleh kaum musyrik, berita ini didustakan dan ditertawakan.

Berita ini oleh sebagian kaum musyrikin disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Ternyata Abu Bakar menjawab, “Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, dia telah berkata benar dan sungguh aku akan membenarkannya lebi dari itu.”

Ada beberapa ibroh (pelajaran) berharga dari peristiwa Isra’ Mi’raj seperti yang diuraikan oleh Dr. Al-Buthy, diantaranya:

Pertama, Penjelasan tentang Rasul dan Mukjizat. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua, kedudukan mukjizat Isra’ dan Mi’raj diantara peristiwa-peristiwa yang telah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah merasakan berbagai penyiksaan dari kaum Quraisy. Isra’ dan Mi’raj sebagai penghormatan Allah dan penyegaran semangat dan ketabahannya.

Ketiga, makna yang terkandung dalam perjalanan Isra’ ke Baitul Maqdis. Peristiwa ini memberikan isyarat bahwa kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi rumah suci (Baitul Maqdis) ini dari keserakahan musuh-musuh Islam seperti kaum Yahudi.

Keempat, pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap minuman susu, ketika Jibril menwarkan dua jenis minuman, susu dan khamr, merupakan isyarat simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah yakni agama yang aqidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia.

Kelima, jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf, telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan jasad dan ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara dalil yang secara tegas menunjukkan bahwa Isra’ dan Mi’raj ini dilakukan dengan jasad dan ruh ialah sikap kaum Quraisy yang menentang keras peristiwa ini.

Sungguh luar biasa peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Seandainya kita berada di tengah-tengah kaum Quraisy ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan peristiwa yang dialami beliau, apakah kita akan ikut-ikutan mengingkarinya seperti kebanyakan kaum Quraisy pada saat itu? Wallahu ’alam.

Maryulisman